Sabtu, 01 Mei 2010

Manajemen Sumber Daya Manusia (Motivasi)

MOTIVASI

Seperti halnya karyawan mempunyai keinginan-keinginan tertentu yang diharapkan akan dipenuhi oleh organisasi, organisasi juga mengharapkan karwyawannya untuk melakukan jenis-jenis perilaku tertentu. Tanggung jawab manajerial untuk memperoleh perilaku ini biasanya disebut “pengarahan” atau “motivasi”.

Perlu diingat bahwa rumus tersebut meyatakan bahwa dampak motivasi yang diinginkan manajemen dari karyawan sangat dipengaruhi oleh penilaian karyawan atas (1) valensi atau nilai yang diharapkan berupa hasil yang dinikmati karena melakukan perilaku yang ditentukan dan (2) kuatnya pengharapan (expectancy) bahwa perilaku itu akan benar-benar merealisasi hasil tersebut.

v Valensi

Untuk memastikan hal-hal yang bernilai bagi karyawan, kita harus menganalisis kebutuhan-kebutuhan dasar dan mensurvai keinginan-keinginan karyawan pada saat ini. Ada dua jenis hasil yang dapat dinikmati, yaitu :

  1. Hasil-hasil langsung atau primer dari pelaksanaan tugas, seperti uang, promosi, pengucilan dari kelompok teman kerja, dan perasaan mampu.
  2. Hasil-hasil sekunder yang dapat timbul dari hasil primer, misalnya, mobil yang dapat dibeli dengan uang, kedudukan yang lebih tinggi berkat promosi, makan siang sendirian karena dimusuhi oleh teman-teman sekerja, dan rasa bangga berkat adanya keyakinan akan kemampuan.

Sebagaimana dihipotesiskan oleh hirarki Maslow, seseorang tidak akan merasakan nilai dari kebutuhan yang mempunyai prioritas yang lebih rendah sebelum kebutuhan yang mempunyai prioritas yang lebih tinggi dipuaskan secara layak. Berikut ini merupakan gambaran motivasi pengharapan/valensi:

Ada sejumlah insentif yang dikendalikan secara organisasional yang mungkin mempunyai nilai untuk para karyawan organisasi. Disamping itu, kita jumpai ganjaran lainnya seperti :

  1. Pujian, baik umum, pribadi, ataupun kedua-duanya.
  2. Promosi pada pekerjaan yang mempunyai tanggung jawab yang lebih tinggi.
  3. Kepentingan pribadi pimpinan.
  4. Lambang status.
  5. Konsultasi dan pengumpulan patisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan manajerial.
  6. Perasaan berprestasi.
  7. Sikap menerima dan kesesuaian dengan teman sekerja.

Beberapa dari ganjaran itu sangat dapat dikendalikan oleh pimpinan sementara ganjaran-ganjaran lain boleh dikatakan berada di bawah kendali karyawan itu sendiri dan teman sekerjanya.

v Pengharapan

Barangkali karyawan akan menilai ganjaran yang diterimanya tinggi, namun tersedianya ganjaran itu hanya akan mempunyai dampak yang kecil atas perilaku karyawan tidak merasakan (1) kemampuan pribadi untuk berperilaku dengan cara yang ditentukan, dan (2) hubungan yang jelas antara perilaku yang diinginkan dengan hasil yang dinilai.

Pengharapan pertama yang harus diperkirakan adalah hubungan antara usaha dan prestasi. Dalam gambar 16-1, kita telah menganggap bahwa karyawan memperkirakan kemungkinan sebesar 50% untuk meningkatkan keluaran (output) sebesar 25 %. Pengharapan-pengharapan ini dapat diperbaiki dengan berbagai cara, yaitu :

  1. Peneltian menunjukkan bahwa pengharapan orang penting lainnya, yakni para atasan dan teman sekerja dapat mempengaruhi tingkat keyakinan seseorang akan kemampuan pribadinya.
  2. Berbagai macam program dapat mengakibatkan para karyawan memperkirakan kemampuannya lebih tinggi.

Skedul Ganjaran

Contoh

1 Berkesinambungan Karyawan dibayar 3 sen per unit untuk setiap unit yang dihasilkan

di atas standar.
2 Terputus-putus
A Interval waktu
1 Tetap Cek gaji dibagikan pada hari terakhir setiap bulan.
2 Variabel Presiden direktur perusahaan melakukan pemeriksaan departemen

secara acak rata-rata sekali seminggu.


B Rasio
1 Tetap Karyawan dibayar 30 sen untuk setiap kelipatan sepuluh

yang dihasilkan di atas standar.
2 Variabel Karyawan yang belum pernah absen atau terlambat selama seminggu

berhak mendapat hadiah yang dibagikan melalui penarikan undian.

MODIFIKASI PERILAKU ORGANISASIONAL

Banyak penelitian telah menyelidiki skedul pembagian ganjaran. Sebagaimana diuraikan dengan singkat dalam gambar 16-2, pilihan utama adalah antara skedul ganjaran yang berkesinambungan dengan yang terputus-putus yang disesuaikan dengan waktu kerja atau prestasi. Penelitian menunjukkan bahwa skedul yang berkesinambungan paling efektif untuk para pekerja yang tidak berpengalaman dan mereka yang berada dalam golongan ekonomi lemah. Skedul yang telah mendapat jumlah perhatian yang terbesar adalah yang terakhir dalam daftar itu, yaitu skedul ganjaran rasio-variabel.

Jika manajer ingin menggunakan modifikasi perilaku organisasional, perlu dilakukan tindakan berikut :

  1. Tentukan prestasi yang diinginkan dalam rumusan yang spesifik.
  2. Tentukan ganjaran-ganjaran yang akan menarik para karyawan.
  3. buatlah ganjaran itu sebagai akibat langsung dari perilaku.

GAYA KEPEMIMPINAN

Semua manajer mengembangkan suatu gaya dalam memimpin atau memotivasi para bawahannya. Suatu gaya kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu pola perilaku yang dirancang untuk memadukan kepentingan-kepentingan organisasi dan personalia guna mengejar beberapa sasaran. Sebagaimana diuraikan dalam analisis peran, pelaksanaan tanggung jawab itu secara khusus dapat mengambil berbagai bentuk. Karena itu, telah dikembangkan berbagai kerangka atau skema yang menggambarkan jenis-jenis gaya kepemimpinan dimana seorang manajer dapat memilih kerangka atau skema yang paling sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan perorangan, bawahan, dan organisasi.

Salah satu kerangka kesatuan sederhana yang bermula dari otokrasi sepenuhnya pada satu ujung dan demokrasi sepenuhnya pada ujung yang lain. Rangkaian kesatuan ini akan dibagi-bagi sebagai berikut : (1) otokrasi yang bersifat memaksa, di sini pimpinan memberi perintah dan bila perlu mengancam; (2) otokrasi yang penuh kebaikan, di mana pimpinan memberi perintah dan menjelaskan, memberi dorongan yang positif, di mana pimpinan “mengemudikan” para bawahan ke dalam pemikiran bahwa mereka itu sangat berpartisipasi pada saat pemimpin “menarik tali di belakang layar” – hasilnya, seorang otokrat yang canggih; (4) kepemimpinan konsultatif, di mana para karyawan merasa dan percaya bahwa masukan-masukan (inputs) mereka benar-benar diinginkan dan dapat mempunyai dampak atas keputusan yang bersangkutan; dan (5) pendekatan laissez-faire, di mana pimpinan ingin bergabung dengan kelompok tersebut sebagai sesama peserta dan melakukan apa yang ingin dilakukan oleh kelompok itu. Jelaslah, dalam gaya yang terakhir itu, para atasan organisasi masih menganggap pimpinan itu bertanggung gugat atas keputusan-keputusan yang dihasilkan, dengan demikian tidak semua tingkatan manajemen bisa memperaktekkan demokrasi industri ini.

Departemen personalia dan tingkatan manajemen umum cenderung melibatkan partisipasi yang besar dari bawahan. Sebaliknya departemen produksi dan keuangan sangat membatasi partisipasi tersebut, sementara departemen penjualan dan pembelian berada di antara kedua ekstrim tersebut. Laporan-laporan industri menunjukkan bahwa pilihan atas gaya kepemimpinan juga dipengaruhi oleh strategi-strategi yang berlaku untuk produk tertentu. Perusahaan-perusahaan seperti Chase Manhattan Bank, Corning Glass, dan General Electric telah menyesuaikan strategi-strategi dasar dengan orientasi-orientasi manajerial baik ke arah pertumbuhan yang agresif maupun konservatisme yang membatasi biaya (cost-containing conservatism).

Karena pilihan gaya kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh para bawahan, pimpinan, dan situasi, maka berbagai ahli teori dan konsultan tergerak untuk menyusun kerangka situasional dari Reddin, Fiedler, Vroom dan Yetton, dan House. Di pihak lain, dua dari para ilmuan keperilakuan yang paling terkenal, Rensis Likert dan Robert Blake, menyatakan bahwa hanya ada satu gaya universal yang terbaik yang sesuai untuk semua personalia setiap saat. Setiap kerangka ini akan diuraikan dengan singkat satu per satu di bawah ini.

v Teori 3-D Reddin

Setelah mengikuti penelitian Ohio State University, yang mengungkapkan bahwa dua perilaku kepemimpinan yang penting adalah penganjuran (initiating) dan pertimbangan (consideration), Reddin tergerak untuk memperkenalkan campuran / bauran gaya dalam empat jenis situasi pokok. Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 16-3, gaya dan situasi dapat diletakkan pada suatu bentuk kisi (grid format) yang menggunakan dimensi-dimensi Orientasi Tugas dan Orientasi Hubungan. Pembagian seluruh bidang ke dalam empat sel menghasilkan situasi-situasi di mana manajer dapat menjadi (1) terpisah baik dari pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan maupun tugas, (2) sangat mengutamakan tugas dan kurang memperhatikan pada manusia, (3) sangat memperhatikan manusia dengan perhatian yang terbalas pada tugas, dan (4) sangat memperhatikan pemanduan antara tugas dan sasaran-sasaran kemanusiaan. Skema itu diberi nama “3-D” karena dalam setiap sel dari keempat sel yang ada dikenali dua jenis gaya – satu yang paling efektif dalam berhubungan dengan situasi dan yang lain kurang efektif.

Dalam Situasi I, gaya “penganjur” (missionary) adalah terlalu ekstrim dan gaya yang lebih efektif adalah “pembangun” (developer) di mana orientasinya lebih diarahkan untuk manusia mengembangkan keterampilan yang akan berguna dalam penyelesaian tugas. Para manajer yang bekerja dalam unit-unit personalia cenderung mempunyai gaya yang terletak dalam bidang ini.

Situasi II adalah khas untuk posisi-posisi teratas dalam organisasi. Di sini, prestasi jangka panjang menuntut terpadunya tugas dan nilai-nilai kemanusiaan. Gaya “eksekutif” yang lebih efektif mencoba memaksimalkan kedua perangkat nilai, sementara seorang “pembuat kompromi” (compromiser) mau merencanakan suatu pertukaran politis melalui pendekatan tukar-menukar dan pendekatan prosedur, pemrosesan data, dan keuangan cenderung lebih menekankan cara daripada tujuan. Ini semua dicakup dalam Situasi III, dengan gaya yang lebih efektif disebut “birokrat” dan yang kurang efektif disebut “pembelot” (deserter). Situasi IV berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan di mana yang diutamakan adalah penyelesaian tugas. Gaya “otokrat yang penuh kebaikan” (benevolent autocrat) mencoba “membeli” kerjasama melalui himbauan, paternalisme, tunjangan, dan keadilan eksekutif. Gaya “otokrat” yang lebih ekstrim cenderung menimbulkan perlawanan dan ketidakpatuhan.

Gambar. Kerangka Gaya Kepemimpinan (Reddin)

Sebagian besar penelitian mengenai kerangka Reddin dilakukan dalam bidang yang menghubungkan gaya perorangan dengan posisi yang dipegang. Tes pilihan paksa (forced-choice test) bisa dilakukan untuk memperoleh nilai / skor perorangan pada setiap gaya dari kedelapan gaya tersebut. Boleh dikatakan belum ada penelitian yang mencoba menghubungkan gaya dengan keluaran-keluaran yang berupa kepuasan dan prestasi.

v Teori Kontinjensi Fiedler

Teori kontinjensi / bersyarat yang dikembangkan oleh Fred E. Fiedler juga merupakan suatu pendekatan situasional. Kerangkanya tersusun dari delapan situasi yang sangat berbeda dan dua jenis pokok gaya kepemimpinan. Dalam mengenali kedelapan situasi itu, dianalisis tiga unsur utama : (1) hubungan pemimpin-anggota, (2) struktur tugas, dan (3) kekuatan posisi dari pemimpin itu. Pengukuran hubungan pemimpin-anggota dilakukan pada suatu skala suasana kelompok yang menunjukkan kadar pengakuan bawahan terhadap pemimpin. Suasananya mungkin bersahabat atau tidak bersahabat, santai atau tegang, dan bersifat mengancam atau mendukung. Struktur tugas diukur dengan mengevaluasi kejelasan tujuan, daya-uji (verifiability) dari keputusan-keputusan yang diambil, ketegasan pemecahan, dan banyaknya pilihan yang tersedia untuk pemecahan masalah. Kekuatan posisi pemimpin ditentukan oleh kadar pengaruhnya terhadap ganjaran dan hukuman, demikian juga oleh jumlah kewenangan resmi. Melalui pencampuran tiga unsur ini, dapat dikenali delapan situasi.

Delapan situasi ini berbeda-beda sesuai dengan tingkat pengaruh pemimpin dan pengendalian atas kelompok yang bersangkutan. Pengaruh maksimal ada dalam situasi I dan pengaruh terkecil dalam situasi 8. Bukti penelitian menunjukkan bahwa seorang pemimpin pengendali yang berorientasi pada tugas akan terbukti paling efektif bila situasinya sangat mudah (1, 2, dan 3) atau pun sangat sulit (8). Pemimpin yang bersifat serba membolehkan (permissive) dan penuh perhatian berprestasi lebih efektif dalam situasi menengah atau antara dengan kadar kesulitan yang sedang. Dalam pendekatan Fiedler, kedua gaya kepemimpinan itu diukur dengan meminta pemimpin yang bersangkutan untuk menilai Teman Sekerja yang Paling Tidak Disukai (Least Preferred Coworker/LPC) pada tujuh belas skala kata sifat yang saling bertentangan (bipolar), misalnya, menyenangkan dan tidak menyenangkan. Seorang pemimpin LPC yang mempunyai angka (skor) tinggi dianggap berorientasi pada hubungan perorangan, dan pemimpin LPC yang mempunyai angka (skor) rendah lebih berorientasi pada tugas.

Telah dilakukan lebih dari empat puluh telaah yang berhubungan dengan teori kontinjensi Fiedler, dan sebagian besar kelihatannya mendukung konsep bahwa gaya-gaya kepemimpinan harus disesuaikan dengan unsur-unsur situasional. Perbedaan-perbedaan pendapat tentang seluk-beluk teori itu tampak jelas dalam literatur. Misalnya, hampir tidak ada penelitian terhadap situasi nomor 6. Namun biar bagaimanapun, konsep bahwa gaya-gaya kepemimpinan itu tergantung (contingent) pada variabel-varibel situasional adalah sangat masuk akal dan konsisten baik dengan rangkaian kesatuan maupun kerangka Reddin.

Tabel. Teori Kontinjensi Fiedler

Situasi

Hubungan

Pemimpin-

Anggota

Struktur

Tugas

Kekuatan

1

2

3



4



5

6

7



8


Baik

Baik

Baik



Baik



Jelek

Jelek

Jelek

Jelek

Tersusun

Tersusun

Tidak

Tersusun


Tidak

Tersusun


Tersusun

Tersusun

Tidak

Tersusun


Tidak Tersusun


Tinggi

Rendah

Tinggi



Rendah



Tinggi

Rendah

Tinggi



Rendah

v Pohon Keputusan (Decision Tree) Vroom dan Yetton

Salah satu kerangka gaya yang lebih mutakhir adalah kerangka yang diusulkan oleh Victor Vroom dan Philip Yetton. Tekannya disini adalah sampai sejauh mana pemimpin harus berbagi kekuasaan dengan para bawahan untuk mengambil keputusan. Ditemukan lima gaya yang berikut:

  • AI Pemimpin mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang dimiliki secara pribadi.
  • AII Pemimpin memperoleh informasi yang perlu dari para bawahan dan kemudian memutuskan. Para bawahan mungkin diberi tahu atau tidak diberitahu tentang hakikat masalahnya.
  • CI Pemimpin berbagi masalah dengan para bawahan yang ada hubungannnya secara perorangan, meminta saran-saran, dan kemudian mengambil keputusan .
  • CII Pemimpin berbagi masalah dengan para bawahan sebagai suatu kelompok, memperoleh gagasan-gagasan kolektif, dan kemudian mengambil keputusan.
  • GII Pemimpin berbagi masalah dengan kelompok, dan mengutamakan peranan sebagai seorang ketua dalam menghasilkan dan mengevaluasi alternatif-alternatif dalam mencari konsekuen kelompok.

Menurut pengamatan kelima gaya itu semuanya dapat diterpkan pada kondisi-kondisi situasional tertentu. Dua unsur penting dalam memilih suatu gaya pengambilan keputusan adalah

  1. Memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang bermutu.
  2. Memastiakan bahwa keputusan dapat diterima sehingga bisa dilaksanakan secara efektif.

Jika diletakan dalam kerangka pohon keputusan, pemimpin dapat menemukan seperangkat gaya yang layak (feasibel) yang tidak bersifat memaksa dan sekaligus menghasilkan keputusan yang bermutu. Jika ada lebih dari satu gaya yang dapat dilaksanakan dengan mudah, pemimpin dapat memilih baik suatu pendekatan investasi sumber daya manusia dengan berbagai keputusan dengan para bawahan.

Gambar Bagan Arus Proses Pengambilan Keputusan

v Teori Kepemimpinan Jejak-Tujuan (Path-Goal Theory of Leadership)

R. J. House mengemukaan bahwa campuran yang tepat dari pertimbangan dan penganjuran (initiation) pemimpin itu akan berbeda-beda sesuai dengan jelasnya jejak yang membimbing pada tercapainya tujuan. Pemimpin berfungsi untuk menjelaskan tujuan bagi para bawahan, menguraikan jejek-jejak untuk mencapai tujuan dan memudahkan ganjaran-ganjaran instrintik dan ekstrinstik untuk prestasi yang pantas. Banayak sekali penelitian telah mendukung pendapat bahwa teori jejak-tujuan sangat akurat dalam meramalakan kepuasan bawahan terhadap pemimpinnya tetapi kurang bisa diandalkan sebagai peramal untuk hubungan antara gaya kepemimpinan dengan tingkat-tingakat prestasi.

v Kisi Manajemen

Kisi Manajemen (Manajemen Grid) dari Robert Blake dan Jane Mouton adalah salah satu skema gaya yang paling luas dikenal diantara para manajer bisnis. Jika bagan arus proses pengambilan keputusan diberi nama kembali dengan mempergunakan “ perhatian terhadap manusia” untuk orientasi hubungan dan “perhatian terhadap keluaran” untuk orientasi tugas, maka kita dapat memberi nomor masing-masing dari 1 sampai 9. Karena itu kisinya adalah suatu papan berpetak-petak (checkboard) 9×9 dan angka (skor)1 menunjukkan perhatian yang rendah dan angka 9 menunjukkan perhatian yang tinggi. Atas dasar ini, lima gaya pokok sebagai berikut telah ditemjukan:

  • 1,1 Pemimpinyang gayanya menunjukkan perhatian yang kecil baik terhadap manusia maupun keluaran. Reddin menggunakan istilah “pembelot” dan setuju bahwa hal itu pada dasarnya tidak efektif.
  • 9,7 Manajer yang menekankan keluaran dan efisiensi operasi dengan mengabaikan atau tidak memperhatikan komponen-komponen manusia. Reddin memberi judul ”otokrat” untuk hal ini.
  • 1,9 Manajer yang bijaksana, menyenangkan, dan yang menunjukkan perhatian yang kecil terhadap keluaran. Pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan diletakan di atas tuntutan/syarat organisasi. Blake dan Mouton telah menyebut ini sebagai manajemen ”country club”, sementara Reddin menggunakan ”penganjur”. Keduanya sepakat bahwa hal itu tidak efektif.
  • 5,5 Manajer yang mencoba menyeimbangkan dan menukar perhatian terhadap kerja dengan suatu tingkat kerjasama yang memuaskan, seorang ”pembuat kompromi”.
  • 9,9 Manajer yang mencari keluaran yang tinggi dengan perntara orang-orang yang terikat (commited) suatu keikatan/komitmen yang dicapai melalui saling percaya, hormat, dan realisasi dari saling ketergantungan. Reddin menyebut ini ”eksekutif” dan setuju bahwa hal itu lebih efektif dari pada ”pembuat kompromi” dalam situasi-situasi yang memerlukan pemaduan.

v Rangkaian Kesatuan Likert

Kerangka kesatuan Likert terdiri dari rangkaian kestuan gaya keperlilakuan klsaik yang tersusun mulai dari otokrasi sampai pada partisipasi. Disini dipertimbangkan empat gaya pokok:

Sistem I. Otokrasi Eksploratif

Sistem II Otokrasi yang Penuh Kebaikan

Sistem III Kepemimpinan Konsultatif

Sistem IV Kepemiminan Kelompok Partisipatf.

Hanya gaya atau sistem yang terakhir itu dianggap terbaik dalam jangka panjang untuk semua situasi. Kerangak-kerangka dari Likert dan Blake Mouton didasarkan pada model-model manusia yang bersifat filosofi, yakni perwujudan dari teori Y, kematangan dan faktor-faktor motivator. Sebaliknya para situasional mengemukakan bahwa organisasi, teknologi, masalah, dan personalia akan berbeda dan gaya yang berhasil adalah gaya yang menyesuaikan diri dengan kendala-kendala dan kontinjensi-kontinjensi ini.